Mengubah Sampah Jadi Emas dan Perubahan Iklim

 


Pernah nggak sih merasa cuaca itu exstrem banget, kadang hujan kadang panas tiba-tiba. Bahkan dibeberapa wilayah juga merasakan banjir dan kekeringan. Hal tersebut ternyata dampak dari perubahan iklim. 

Bicara Tentang Sampah

Sudah berapa banyak sampah yang kita hasilkan hari ini, kemarin, lusa dan sebelum-sebelumnya. Coba hitung sampah yang kita hasilkan selama kita hidup jika kita kumpulkan sendiri, maka sudah pasti rumah kita nggak akan sanggup untuk menampungnya. Jangankan begitu, missal kita ambil contoh sederhana. Berapa banyak sampah yang kita produksi selama satu bulan terakhir. Kita hitung dengan rata-rata setiap hari misal dengan angka paling rendah saja. 

Anggaplah kita menghasilkan sampah harian sebanyak 1kg/hari. Maka dalam satu bulan jika kita gunakan perhitungan rata 1kg x 30 hari saja maka sudah terkumpul 30kg sampah dalam satu rumah selama satu bulan dari satu orang saja. Lalu kita kalikan lagi dengan jumlah seluruh anggota keluarga. Ibaratkan saja satu keluraga sedikitnya terdiri dari 3 orang. Maka dalam satu bulan rumah kita akan memproduksi sampah sebanyak 90kg sampah setiap bulannya.

Sekarang bayangkan 90kg sampah tersebut tidak diolah dengan benar dan dibiarkan berserakan begitu saja di dalam rumah kita. Bukan hanya suasana rumah yang berubah, tapi tingkat kesehatan dan level kebahagiaan sudah jelas akan menurun dengan drastis di setiap bulannya. 

Lalu sekarang kita akan bicara sedikit lebih luas. Masih tentang sampah dan dampaknya pada perubahan iklim. Menurut data dari Kementrian lingkungan hidup, masyarakat di Indonesia sejak tahun 1995 rata-rata telah memproduksi sampah harian sebanyak 0,8 kg – 1 kg setiap harinya hingga sekitar tahun 2000an. Kemudian hingga tahun 2020 data menunjukan bahwa setiap orang di Indonesia telah memproduksi sampah dengan angka yang semakin meningkat dan diperkirakan sekitar 2,1kg/hari.

Tanpa kita sadari, produksi sampah yang berlebih dan terus meningkat di setiap tahunnya, sedikit banyaknya telah mempengaruhi pemanasan global sebesar 15%. Angka tersebut didapat dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sampah-sampah yang kita produksi setiap harinya. Kita sama sekali jarang menyadari bahwa sampah yang kita buang akan menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan cara yang berbeda-beda. 

Sampah yang kita produksi akan sangat beragam jenisnya, baik itu sampah non organik maupun sampah organik. Sayangnya ketika sampah itu kita buang dan ditempatkan dalam satu wilayah atau misal tempat pembuangan sampah akhir ini akan terus menerus menghasilkan emisi gas rumah kaca, dari sampah organik yang terdekomposisi secara anaerob misalkan akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang potensinya 21 kali lebih besar dibanding karbondioksida yang mempengaruhi pemanasan global.

Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2050 diperkirakan jumlah sampah dunia secara global akan berada pada angka yang sangat mengkhawatirkan, yaitu pada angka 3,4 miliar ton sampah. Dan sudah jelas sampah dengan jumlah yang sangat banyak tersebut bisa menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berpotensi paling besar berkontribusi pada perubahan iklim dunia. Hingga hari ini daur ulang sampah belum sepenuhnya efektif dilakukan secara global. 

Dari 38% sampah kota, hanya 13,5% sampah yang benar-benar dikelola untuk di daur ulang dengan benar. Sementara hingga tahun lalu saja Indonesia setiap tahunnya telah memproduksi sampah sebesar  6,8 juta ton dengan dominasi 9% sampah plastik di dalamnya.

Upaya perbaikan dari segi produksi sampah berlebih perlu dilakukan secara gotong royong oleh semua masyarakat Indonesia khususnya. Minimal dengan kesadaran dari masing-masing terlebih dahulu. Meskipun kenyataannya hal tersebut masih sangat sulit untuk dilakukan. Sebab masih banyak masyarakat yang tidak peduli dengan perubahan iklim yang terjadi di sekitarnya. Banyak yang berfikir bahwa sampah yang mereka hasilkan tidak akan mempengaruhi perubahan iklim secara signifikan. 

Padahal jika bicara hal lain tentang dampak yang ditimbulkan sampah seharusnya masyarakat Indonesia sudah lebih peduli secara personal. Contohnya saja kejadian banjir di kota-kota besar yang terjadi akibat penumpukan sampah di gorong-gorong dan kasus-kasus lain yang serupa yang sebenarnya masalah utamanya adalah sampah.



Mengubah Sampah Jadi Emas, Apa Bisa?

Permasalahan sampah menjadi PR untuk kita semua. Tumpukan sampah bisa mencemari lingkungan, menjadi sumber penyakit dan bisa memiliki dampak perubahan iklim. Ada beberapa cara untuk mengolah sampah agar tidak menumpuk setiap harinya. 

Seperti di Bekasi tepatnya di desa Setia Asih yang pada 2 Agustus 2018 meresmikan bank sampah dan taman desa. Bank sampah tersebut dinamakan The Gade Clean and Gold merupakan wujud dari kontribusi Pegadaian untuk masyarakat. 

Jadi tujuannya mengajak masyarakat di desa Setia Asih, Bekasi untuk mengumpulkan sampah dapur kemudian ditimbang di bank sampah dan hasilnya nanti di konversi ke dalam tabungan emas pegadaian, itulah salah satu cara bagaimana mengubah sampah menjadi emas. 

Selain dengan bak sampah mungkin bisa mengolah sampah plastik menjadi paving block, setidaknya bisa mengrangi sampah plastik dan menjadikannya menjadi lebih berguna lagi. 

Selain itu apa sih yang bisa kita lakukan mengurangi sampah? 

1. Pergi belanja baiknya membawa tas dari rumah yang ramah lingkungan, dengan begitu bisa mengurangi sampah plastik. 

2. Belanja kebutuhan rumah tangga dengan sistem refil atau isi ulang jadi nggak menimbun botol bekas lagi, misalnya belanja sabun pencuci piring saat ini  sudah ada isi ulangnya. 

3. Memisahkan sampah plastik dengan sampah seperti daun dan lainnya, untuk sampah daun bisa dibuat jadi pupuk untuk tanaman. Sementara sampah plastik bisa dibuat paving block, pastinya diserahkan ke pengepul yang memang memiliki usaha paving block. 

4. Mendirikan bank sampah di setiap desa.

Untuk itu perlu kesadaran pribadi dari setiap orang untuk merubah kebiasaan hidup yang buruk. Jika ini terus dibiarkan begitu saja secara berlarut-larut, besar kemungkinan kita akan hidup berdampingan dengan sampah yang menumpuk di sekitar kita. Dan perubahan iklim tentu akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat Indonesia juga. Jadi mari kita sadarkan diri kita pribadi untuk hidup lebih baik lagi. 

#UntukmuBumiku apapun yang terjadi, semoga kamu baik-baik saja. #TeamUpforImpact menjaga agar bumi bersih dan terus menjaga kelestarian bumi. Semoga bumi semakin kuat menghadapi perubahan iklim yang terjadi. 

Tidak ada komentar